PANTING, Alat Musik Khas Kalimantan Selatan Tak Lekang Dibanting Zaman

Batulicin, tanah bumbu, musik Panting

Beragam kesenian daerah yang dapat kita nikmati di indonesia, salah satunya adalah kesenian daerah musik Panting yang berasal dari Kalimantan Selatan. Dalam bahasa Banjar, kata “Panting” mengandung banyak arti salah satunya adalah Duri Ikan yang me-ngandung racun,. Namun, yang kita bicarakan  bu-kan mengenai duri ikan. Melainkan, tentang sebuah alat musik yang diberi nama alat musik Panting. Da-lam hal ini, “Panting” berarti petik, yaitu menyem-bunyikan senar dengan teknik sentilan.

Musik Panting adalah musik tradisional dari suku Banjar di Kalimantan Selatan. Dikatakan musik Pan-ting karena didominasi oleh alat musik yang dina-makan Panting, sejenis gambus yang memakai se-nar (panting) maka disebut musik Panting. Pada awalnya musik Panting berasal dari daerah Tapin, Kalimantan Selatan. Panting merupakan alat musik yang dipetik yang berbentuk seperti gambus Arab tetapi ukurannya lebih kecil. Pada waktu dulu musik panting hanya dimainkan secara perorangan. Kare-na semakin majunya perkembangan zaman, maka musik Panting jadi lebih menarik jika dipadukan de-ngan beberapa alat musik lainnya, seperti babun, gong,dan biola.

Nama musik Panting berasal dari nama alat itu sendiri, karena pada musik Panting yang terkenal alat musiknya sehingga dinamai musik Panting. Orang yang pertama kali memberi nama sebagai musik Panting adalah A. Sarbaini dan samapai sekarang terkenal sebagai musik tradisional yang berasal dari Kalimantan Selatan. Sebagai kesenian tradisional, musik panting sering digunakan pada acara perkawinan dan beberapa acara lain seperti pertunjukan untuk mempererat silaturahmi antar masyarakat. Musik panting juga mempunyai fungsi lain yang menarik yaitu sebagai sarana pendidikan, karena syair-syair dalam musik panting banyak berisi tentang nasehat dan petuah. Satu hal lagi yang menarik dari musik panting yaitu lagu yang dinyanyikan tanpa menggunakan reff, mungkin karena syair-syairnya menggunakan pantun.

Pada umumnya orang memainkan musik Panting adalah masyarakat Banjar. Pemain musik panting biasanya menggunakan pakaian banjar, bagi laki-laki menggunakan peci dan yang perempuan menggunakan kerudung. Pemain musik panting memainkan alat musiknya dengan posisi duduk, pemain laki-laki duduk bersila dan pemain perempuan duduk bertelimpuh. Salah satu tokoh yang paling terkenal sebagai pemain Panting adalah A. Sarbani dan beberapa group – group musik Panting yang lain. Seiring perkembangan zaman beberapa kelompok musik Panting sudah jarang ditemui, kecuali pada acara besar seperti acara adat, keagamaan, parade seni dan beberapa acara lainnya.

Alat-alat musik Panting terdiri dari :

  • Panting, alat musik yang berbentuk  seperti gabus Arab tetapi lebih kecil dan     memiliki senar. Panting dimainkan dengan cara dipetik.
  • Babun, alat musik yang terbuat dari kayu berbentuk bulat, ditengahnya terdapat lubang, dan di sisi kanan dan kirinya dilapisi dengan kulit yang berasal dari kulit kambing. Babun dimainkan dengan cara dipukul.
  • Gong, biasanya terbuat dari aluminium berbentuk bulat dan ditengahnya terdapat benjolan berbentuk bulat. Gong dimainkan dengan cara dipukul.
  • Biola, sejenis alat gesek.
  • Suling bambu, dimainkan dengan cara ditiup.
  • Ketipak, bentuknya mirip tarbang tetapi ukurannya lebih kecil, dan kedua sisinya dilapisi dengan kulit.
  • Tamburin, alat musik pukul yang terbuat dari logam tipis dan biasanya masyarakat Banjar menyebut tamburin dengan nama guguncai.

Mitos seputar Musik Panting Punya Daya Tarik Bila Diberi Azimat

Dentingan “Panting”, keprakan “Babun”, sayatan biola, tiupan suling, dan pukulan gong yang dimainkan bersamaan, menjadi sebuah harmoni-sasi musik yang sangat nikmat untuk didengar-kan. Irama melayunya tanpa sadar membuat ba-dan bergoyang. Menurut kepercayaan masyarakat pembuat Panting. Kesenian ini akan mempunyai daya tarik yang hebat apabila ia diberi azimat. Ka-rena itu, pada masa lalu, pembuat “Panting” selalu memasukkan sesuatu ke dalam perut “Panting” se-belum “Panting” diselesaikan.

Azimat-azimat tersebut antara lain tambang lirang, yaitu semacam guna-guna. Menurut keper-cayaan para pembuat “Panting”, Tambang Lirang dapat membuat penggemar dan penonton jadi tergila-gila terhadap musik “Panting”. Sehingga, mereka selalu ingin menontong pertunjukan mu-sik “Panting”. Tambang Lirang menumbuhkan keri-nduan penonton terhadap bunyi yang didengar-nya sangat merdu. Azimat lainnya adalah Bunga Kenanga. Dalam hal ini, bunga kenanga dimak-sudkan agar penonton menyukai musik “Panting” dan merasa rindu dendam manakala tidak men-dengar “Panting” di sentil orang. Selain itu, ada pu-la Sumbaga yang bertujuan agar penonton terpe-sona terhadap gelaran bunyi “Panting”, serta tuli-san tertentu yang bertujuan agar penonton ter-pukau mendengar bunyi “Panting”.

Dikalangan Pemantingan dikenal pula adanya da-tu-datu pemelihara “Panting”. Menurut keperca-yaan, datu itu biasa memberikan bobot bunyi ya-ng sangat merdu. Beberapa datu yang paling di-kenal adalah Datu Lampai, Datu Bangkala, Datu Kalambahai, Datu Kundarai, Datu Ujung, dan Datu Lampai Sari yang merupakan satu-satunya datu perempuan. Dimasa dulu, jika “Panting” mau di-mainkan di tengah banyak orang, terlebih dahulu di panggil datu-datu tersebut dengan cara mem-bakar kemenyan dan meletakkan “Panting” di atas asap kemenyan tersebut.

Dalam hal bentuk, “Panting” mempunyai perbe-daan-perbedaan. Karena adanya perbedaan ter-sebut, maka muncullah nama-nama “Panting”. Beberapa nama yang sempat diinventarisir adalah Lalai Gajah, Putri Kurung, Putri Manjanguk, Ma-yang Bungkus atau Mayang Marakai, Sari Dewi, dan Si Runtuh Palatar.

Di antara sekian jenis tersebut, yang paling ba-nyak digunakan adalah Lalai Gajah dan Putri Ku-rung. Sementara yang paling jarang adalah Ma-yang Marakai. Sebab, ada yang mengasumsikan bahwa apabila menggunakan “Panting” jenis ter-sebut, maka grup pemain bisa rakai atau terpecah belah. Tapi terlepas dari unsur magis tersebut, alu-nan atau harmonisasi musik “Panting” memang e-nak untuk didengarkan dan dinikmati.