MENJAGA KELESTARIAN BUDAYA DENGAN MEMAHAMI APA YANG ADA DI DALAMNYA

Suatu bangsa mempunyai kemampuan bertahan terhadap pengaruh kebudayaan luar serta mampu mengambil kebudayaan lain apabila bangsa itu mempunyai modal dasar budaya yang kuat. Modal dasar budaya Indonesia adalah adat dan agama yang merupakan sendi utama. Kedua sendi utama inilah yang perlu lebih ditekankan lagi dalam upaya pembinaan dan pengembangan Kebudayaan Indonesia. Seperti halnya pelestarian Tari Radap Rahayu yang berasal dari Kalimantan Selatan.

Batulicin, SIBUTA Tanah Bumbu, Jhonlin Group
Tarian ini sangat terkenal di Kerajaan Banjar karena dipentaskan setiap acara penobatan raja serta pembesar-pembesar kerajaan dan juga sebagai tarian penyambut tamu agung atau tamu kehormatan yang datang ke Banua Banjar. Kesenian tarian khas Banjar ini terus bertahan ditengah arus modernisasi, hal ini terbukti dengan banyaknya anak-anak muda yang mengembangkan tari-tarian khas Banjar seperti di salah satu Sanggar seni di Tanah Bumbu yang terdapat di daerah Pagatan yakni Yayasan Ayu Labuni Bersujud.

Pada tahun 1950, tari Radap Rahayu ini dikembangkan oleh Amir Hasan Kiai Bondan sendiri melalui sebuah organisasi Badan Kesenian Peradaban Kebudayaan Indonesia. Kalimantan Selatan dan pada tahun 1956 tari Radap Rahayu mulai berkembang dan dikenal masyarakat luas. Tari Radap Rahayu adalah tari semi klasik daerah Banjar yang dipetik dari upacara Puja Batam (berdo’a) diatas kapal Prabayaksa yang kandas di Pembatanan (Lok Baintan) sungai Martapura, dari perjalanan pulang dari Majapahit yang membawa Raden Putra Suryanata kembali ke negara Dipa (Amuntai). Konon katanya Tari ini menceritakan tentang kapal Prabayaksa yang kandas di muara Lokbaitan. Tari ini mengambarkan upacara puja Bantan (tapung tawar) tujuan tari ini adalah sebagai ucapan rasa bersyukur dan doa.

Menurut Sella dan Gadis salah satu penari Radap Rahayu, “Beberapa gerakan dari tarian Radap Rahayu mempunyai makna tersendiri, diantaranya terbang laying, limbai kibas, dandang mangapak, sesembahan (do’a), tebar bunga dan masih banyak gerakan lain- nya. Menurutnya tarian ini lahir dari cerita ketika Kapal Perabu Yaksa yang ditumpangi Patih Lambung Mangkurat yang pulang lawatan dari Kerajaan Majapahit sampai di Muara Mantuil dan akan memasuki Sungai Barito, kapal Perabu Yaksa kandas di tengah jalan. Itulah yang sampai sekarang Tarian ini masih di tampilkan untuk menyambut para tamu-tamu agung sebagai ungkapan rasa syukur atas keselamatan para tamu atau pada acara-acara adat seperti yang sering dilakukan sekarang ini pada acara Mappanretasi (Pesta Laut). Ditambahkannya, “Biasanya jumlah penari Radap Rahayu diambil dari nomor ganjil, tapi yang sering dipakai adalah 7 orang penari sedangkan 1, 3, 5 dan seterusnya jarang digunakan”.

Hal yang sama dikatakan Anti dan Enah para penari Tari Radap Rahayu yang berlatih di Yayasan Ayu Labuni Bersujud di Pagatan, “Kita harus dapat menjaga dan melestarikan budaya di tengah keberagaman budaya bangsa yang cukup banyak. Ketika kita tidak bisa ikut andil terhadap pengembangan apa yang kita miliki, maka paling tidak kita paham dengan cerita atau hikayat dari apa yang kita miliki. Jadi mu-lai sekarang belajarlah menjadi orang-orang yang mencintai kebudayaan, Agar apa yang menjadi milik kita tidak diambil oleh orang lain”