Chevron Kecewa Kejagung Perpanjang Penahanan Karyawannya

cevron kecewa kepada kejagung

Jakarta- Presiden Direktur PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI), A. Hamid Batubara, mengakku kecewa dengan keputusan Kejaksaan Agung yang memperpanjang penahanan karyawan PT CPI dalam kasus bioremediasi selama 30 hari kedepan.

Hamid menilai, tindakan yang diambil Kejaksaan Agung tersebut, tidak lazim. Pasalnya, Kejaksaan Agung membuat keputusan sebelum Pengadilan Negeri Jakarta Selatan membuat keputusan atas praperadilan. Mengingat, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan yang sedang menguji sah tidaknya alasan penahanan karyawan PT CPI.

“Pengadilan Negeri Jakarta Selatan saat ini sedang memeriksa keabsahan penyelidikan, penerapan prosedur hukum dan penghormatan hak-hak asasi manusia warga negara Indonesia oleh Kejaksaan Agung dalam kasus ini. Karena itu kami sangat kecewa dan memprotes keras atas putusan Kejaksaan Agung,” tegas A. Hamid Batubara.

Terlebih, lanjut Hamid, dalam sesi sidang praperadilan sampai saat ini, tidak ada bukti yang disampaikan oleh Kejagung yang membuktikan adanya kerugian negara. Tidak juga ada bukti yang menyatakan terdapat aktivitas melawan hukum yang dilakukan para karyawan CPI.

Sebelumnya, penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung (Kejagung) pada, Selasa 26 September 2012 lalu, memeriksa enam orang tersangka kasus dugaan korupsi proyek bioremediasi fiktif PT CPI senilai Rp200 miliar.

Jampidsus melakukan pemeriksaan terhadap karyawan PT CPI dimulai dari pukul 10.00 WIB. Adapun pemeriksaan ini berakhir pada penahanan.

Proyek bioremediasi ini sendiri telah berlangsung sejak tahun 2003 hingga 2011 dengan total anggaran mencapai USD270 juta. Di mana, PT Chevron Pacific Indonesia melibatkan dua perusahaan sebagai pihak ketiga, yakni PT GPI dan PT SJ.

Namun kedua perusahaan tersebut, di duga hanya menjadi kontraktor dan belum memenuhi klasifikasi teknis dan sertifikasi dari pejabat berwenang sebagai perusahaan di bidang pengolahan limbah.

Pada proyek ini PT Chevron Pacific Indonesia, di tuding telah mengajukan biaya recovery pemulihan lingkungan yang di duga membuat negara merugi hingga Rp210,25 miliar.

Lebih lanjut, Hamid mengatakan, tindakan Kejaksaan Agung tidak beralasan. Hamid meyakini, penahanan Kejaksaan Agung atas karyawan PT CPI, yang juga warga negara Indonesia ini, tidak disertai bukti-bukti adanya tindakan kriminal.

“Mengapa karyawan-karyawan ini dijadikan tersangka atas keterlibatan mereka dalam program lingkungan yang terbukti sukses dan disetujui oleh pemerintah,” cetusnya.

Hamid mengaku, selama ini karyawan PT CPI selalu bekerjasama sepenuhnya dengan Kejaksaan Agung.

Sebelumnya, karyawan PT CPI yang saat ini ditahan oleh Kejaksaan Agung, mengajukan gugatan pra peradilan ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, terkait dengan penyidikan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung terhadap proyek bioremediasi PT CPI di Sumatera.

Gugatan ini dilakukan untuk mempertanyakan landasan hukum terkait dengan putusan penahanan Kejaksaan Agung.

*sumber : http://majalahtambang.com