NAPAK TILAS Wisata Sejarah Ngawi

Jika di edisi sebelumnya Tapak Plesir mengajak Anda menyelami Banda Naira, kali ini sedikit berbeda dari biasanya.Sebuah Kabupaten di Provinsi Jawa Timur menawarkan perjalanan wisata yang erat dengan sejarah dan pengetahuan tentang masa lampau. Obyek wisata di Kabupaten ini ternyata ada juga yang menjadi tujuan penelitian arkeolog dunia. Mari berpelesir!
Jhonlin Group
Kota ini dialiri oleh sungai besar yang juga merupakan judul lagu keroncong legenda di Indonesia “Bengawan Solo”. Tak hanya sebuah kota yang berada di ujung kulon dari Jawa Timur berbatasan dengan Jawa Tengah, ia menyimpan banyak tempat bersejarah yang sayang jika tak dikunjungi.Tapak Plesir akan membawa Anda berkeliling ke 4 tempat bersejarah di kota Ngawi yang mudah dijangkau dalam satu rangkaian perjalanan. Selain praktis biaya, Anda yang belum pernah ke Ngawi sebelumnya tidak akan tersesat karena letak obyek wisata masih di sekitar jalan poros Surabaya-Solo.

BENTENG VAN DE BOSC (BENTENG PENDEM)
Perjalanan dimulai dari Alun-alun Ngawi ke arah timur laut yang kira-kira berjarak 1 km. Suatu benteng yang dibangun pada abad 18 tahun 1825-1830 menjadi awal pembuka petualangan sejarah kita di Ngawi. Benteng Van De Bosc atau warga sekitar menyebutnya Benteng Pendem (terpendam) adalah benteng pertahanan yang dibangun oleh pemerintahan kolonial Belanda agar tidak terlihat musuh.Dijuluki “Benteng Terpendam” karena benteng ini sengaja di desain lebih rendah dari tanah sekitar yang menggelilinginya
sehingga terlihat seolah-olah terpendam dalam tanah, apalagi jika kita melihatnya dari seberang sungai Bengawan Solo, pasti nyaris tak terlihat. Selain berfungsi sebagai pertahanan, benteng ini digunakan sebagai pintu jalur masuk perdagangan yang di masa itu mengandalkan transportasi air.Hal ini dapat dibuktikan dengan posisi benteng yang terletak di sudut pertemuan sungai Bengawan Solo dan sungai Bengawan Madiun.
Jhonlin Group
MUSEUM TRINIL
Menuju ke arah barat dari Benteng Pendem mengikuti jalur poros Surabaya-solo yang kira-kira 12 km, Museum Trinil yang asri siap menyambut kedatangan kita. Derap langkah kita melewati dua gapura dengan arsitektur bergaya Majapahit sebelum kita dikejutkan dengan sebuah patung gajah purba yang lumayan besar dan merupakan maskot dari Museum Trinil. Memasuki ruang museum, kita diajak ke peradaban prasejarah yang di dalamnya terdapat sketsa manusia purba hidup dengan kesederhanaan peralatan. Di tiap ruangan akan terlihat beragam fosil baik fosil manusia purba dan binatang purba yang terbungkus kotak kaca lengkap dengan uraian
penjelasan tentang fosil tersebut. Fosil-fosil ini rupanya ditemukan oleh Eugene Dubois, seorang arkeolog Belanda di tahun 1891-1812. Yang membuat heran sekaligus takjub ialah ukuran dan bentuk fosil hewan-hewan purba ini begitu besar.Bisa kita bayangkan sebesar apa mereka ketika hidup.

Fosil yang dapat kita lihat di Museum Trinil misalnya fosil gading gajah yang berukuran dua depa atau kedua belah tangan orang dewasa. Tanduk banteng yang bentangnya hampir dua depa dan masih banyak fosil lainnya. Sangat mengagumkan bila kita menilik kehidupan purba. Manusia dan hewan raksasa tersebut hidup berdampingan. Cukup menarik, ya. Museum Trinil bukan saja menjadi kebanggaan kota Ngawi tetapi juga kebanggaan Indonesia di Internasional karena di museum ini menyimpan penemuan penting berupa manusia tegak atau pithecanthropus erectus dan merupakan kunci rantai yang hilang dari teori kontroversial Darwin.
Meskipun terletak di kota kecil, tapi situs Trinil ini sudah banyak dikenal dan merupakan aset dunia yang direkomendasikan bagi mereka yang menekuni dunia arkeologi dari penjuru dunia untuk mengunjunginya.
Jhonlin group
MONUMEN SOERJO
Berada di arah barat jalur poros Surabaya Solo, Monument Soerjo tidak sulit ditemukan. Monumen atau patung yang lebih dikenal masyarakat dengan sebutan Monumen Suryo ini dibangun untuk mengenang dan sebagai tanda hormat masyarakat Ngawi serta masyarakat Jawa Timur kepada tokoh gubernur pertama Jawa Timur yaitu RM. Soerjo. RM.Soerjo meninggal karena insiden PKI tahun 1948. RM. Soerjo adalah target penculikan PKI dan akhirnya dibunuh dengan sadis di tengah hutan Ngawi atau di sekitar monument ini dibangun.

Jhonlin Group
Jhonlin Group
Kediaman KRT Radjiman Wediodiningrat
Beranjak ke tempat terakhir yang berada di arah barat dari Monumen Soerjo, tepatnya di Kecamatan Widodaren, Desa Kauman, Dusun Padlipang sebuah dusun yang menjadi daya tarik bagi penyuka wisata sejarah karena adanya rumah peninggalan KRT Radjiman Wediondiningrat. Siapakah dia?
KRT Radjiman Wediodiningrat adalah seorang dokter yang mendapat gelar Master of Art di usia 24 tahun sekaligus salah
satu pendiri organisasi Budi Utomo, pemrakarsa Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia
(BPUPKI) serta menjadi ketuanya menjelang kemerdekaan. Di rumah inilah beliau hidup dan berjuang melalui jalur politik.Di kediaman KRT Radjiman Wediodiningrat inilah (Kanjengan biasa warga setempat menyebutnya) kita bisa melihat peningalan beliau ketika masih hidup. Setelah memasuki pintu gerbang yang bertuliskan “Situs Radjiman Wediodiningrat”, terlihat halaman rumah yang lumayan luas yang di tengah pelatarannya berdiri tiang bendera merah putih yang sedang berkibar. Lewat bangunan utama yang telah
berumur 134 tahun lebih ini, kita akan merasakan kesederhanaan seorang Kanjeng Raden Tumenggung Radjiman Wediondiningrat. Bangunan Kanjengan ini bergaya arsitektur Jawa dan Belanda. Di sepanjang dinding terpajang
Jhonlin Group
foto-foto KRT Radjiman Wediondiningrat yang seolah menjadi saksi bisu peranan sosok luar biasa beliau yang menyumbangkan banyak jasa untuk negara ini. Semasa hidupnya, beliau menjalin hubungan yang dekat dengan Ir.Soekarno Presiden RI yang pertama. Yang istimewa dari Kanjengan ini adalah masih adanya perabot rumah baik itu kursi tamu, almari, tempat tidur, meja rias dan perabot rumah lainya yang asli peninggalan KRT Radjiman Wediondiningrat. Di tempat ini juga beliau wafat tahun 1952. Untuk mengenang jasa-jasa beliau, setiap tanggal 1 Juni yang diperingati sebagai hari lahir pancasila, pelajar dan mahasiswa mengadakan upacara peringatan tersebut ditempat wisata ini. Rumah kediaman KRT Radjiman Wediodiningrat ini sangat menarik bagi Anda yang ingin mengenal sejarah bangsa. Bung Karno pernah mengatakan “Jangan sekali-kali melupakan sejarah sebab negara yang melupakan sejarah akan kehilangan arah”, maka setidaknya kita memang perlu sesekali berwisata sejarah untuk mengingatkan pengorbanan pahlawan kita dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Jika bukan kita, lalu siapa lagi?