Kuriding Suara Khas Yang Membuat Merinding
Kuriding, akankah selamanya patah…Ampat si ampat lima ka ay kuriding patah patah sabilah, patah sabilah,di higa lawang Ampat si ampat lima ka ay’ku tanding sudah
kada manyama, kada manyama,nang baju habang
Siapa yang tak kenal dengan lagu tersebut..? ya la-gu dengan judul “Ampat Lima” karya H. Anang Ardi-ansyah ini sangat dikenal masyarakat di Kalimantan Selatan. Namun kenalkah anda dengan “kuriding” tak sedikit yang mungkin tidak tahu seperti apa wu-jud si “Kuriding”.
Kalimantan Selatan banyak memiliki keragaman budaya yang unik dan menarik, salah satunya ada-lah musik tradisional. Sayangnya dari tahun ketahun seniman musik tradisional ini kian sedikit karena sedikitnya peminat yang tertarik untuk melestar-ikannya. Kebanyakan pemain adalah orang-orang tua yang dulu mendapatkan keahlian dari turun temurun dan bertahan hingga kini. Kemajuan ja-man dan teknologi serta perkembangan berbagai musik moderen seakan menghapus kesenian musik tradisional dari ingatan kita sehingga keberadaanya pun seakan terlupakan. Salah satunya adalah kese-nian musik tradisional Kalsel yang diberi nama Kuri-ding.
Guriding atau Kuriding adalah alat musik tradisional asli buatan nenek moyang orang Banua, Kalimantan Selatan. Kuriding terbuat dari bambu atau kayu, ber-bentuk kecil, dan memiliki alat getar (tali) serta tali penarik. dimainkan dengan cara ditempelkan di bi-bir sambil menarik gagang tali getar. Bunyi akan muncul ketika tali getar bergetar. Dan bunyi akan terdengar merdu jika sang pemain dapat menarik tali dengan ritme tertentu. Cara memainkan Kuri-ding adalah tangan kiri memegang tali pendek me-lingkar yang menahan bilah kayu itu agar menem-pelkan di mulut.Tangan kanan menarik-narik tali panjang yang diikat pada ujung bilah sebelahnya. Terdengar seperti suara angin menderu-deru, diir-ingi bunyi menghentak-hentak berirama teratur. Deru angin itu muncul dari tiupan mulut pemain Kuriding, sedangkan bunyi menghentak-hentak dari tarikan tangan kanan. Dalam kehidupan sosial dan budaya orang Banjar, Kuriding memiliki fungsi yang beragam, yaitu sebagai alat untuk pelipur lara di kala sepi dan melepas lelah usai bekerja di kebun atau hutan, sebagai alat untuk mengingatkan mere-ka akan leluhur, dan sebagai media yang disakral-kan. Fungsi-fungsi ini masih dipercaya oleh masya-rakat hingga kini. Akan tetapi mereka sudah jarang memainkan atau menyimpannya, kecuali mereka yang masih peduli dengan budaya tradisi.
Keberadaan kuriding saat ini sangat memprihatin-kan, bahkan hampir punah. saat ini hanya dimain-kan oleh generasi tua yang tinggal di perkampu-ngan. generasi muda sudah enggan memainkan guriding Selain dianggap sudah ketinggalan zaman, para generasi muda banua lebih suka memainkan alat musik modern, seperti gitar, mendengarkan musik dari radio atau telpon genggam.
Kuriding merupakan peninggalan leluhur yang te-lah turut menyumbang kekayaan budaya Banjar mestinya dipelihara. Mengingat keberadaannya yang memprihatinkan, maka ini menjadi satu pe-kerjaan rumah tersendiri bagi Pemerintah Daerah (Pemda) dan para pemerhati budaya Banua untuk menyelamatkan guriding dari kepunahan. Adapun mitos asal-usul menarik untuk disimak. Syahdan, Guriding adalah milik seekor macan di hutan Kali-mantan Selatan. Suatu ketika, sang macan meminta anaknya untuk memainkan guriding. Namun, sang anak justru mati karena tenggorokannya tertusuk guriding. Akibatnya sang macan mewanti-wanti agar anak keturunannya tidak lagi memainkan guri-ding. Dalam perkembangannya, mitos ini menjadi dasar mitos masyarakat Banjar membunyikan guri-ding, yakni sebagai alat ampuh untuk mengusir macan. Mereka juga menggantungkan atau mele-takkannya di atas tempat tidur anak-anak mereka.