Pagatan: The Hidden Beauty Of South Borneo
Tahun 1775 – 1908 berdirilah sebuah kerajaan di pantai selatan pulau Kalimantan. Dipimpin oleh seorang Arung, yang kala itu oleh pemerintah Hindia Belanda digelari dengan panggilan de Aroeng van Pagattan. Kerajaan Pagatan, berdiri di wilayah Tanah Bumbu.
Daerah pesisir pantai yang menjadi saksi bisu sejarah perjuangan rakyat Indonesia menentang penjajahan Hindia Belanda. Bukti sejarah bangunan dan lokasi perjuangan rakyat Indonesia puluhan tahun lalu itu, saat ini telah menjadi obyek wisata sejarah oleh masyarakat dan wisatawan. Selain itu, Pagatan juga di anugerahi keindahan pantainya yang berjejer rapi memperlihatkan keelokannya.
Pantai Pagatan
Sebelum kita sampai di Pantai Pagatan, kita akan melihat Tugu Monumen 7 Februari untuk mengenang perjuangan rakyat Pagatan melawan penjajah dulu. Saat ini digunakan para remaja untuk skate board atau sekedar berkumpul bersama teman temannya. Lalu kita akan melewati lapangan sepak bola, lapangan basket, gedung bulu tangkis dan sarana olahraga lainnya. Akhirnya sampailah kita di pantai Pagatan, istirahat sejenak di gazebo yang ada, atau ingin berenang? jangan khawatir karena ada penginapan untuk mandi atau sekedar ganti baju. Menyusuri Pantai Pagatan mengikuti arah matahari terbit ke sebelah timur kita akan melewati makam syekh Mufti Muhammad Arsyad Al Banjary, ulama besar yang menyebarkan agama Islam di Pagatan. Lalu kita juga akan menjumpai Kampung Baru, desa yang merupakan saksi sejarah, saat Belanda mengecoh warga Indonesia dengan mengibarkan bendera merah putih di atas kapalnya dan kemudian menembak warga Indonesia yang mendekati kapal, karena mengira kapal itu adalah kapal orang Indonesia. Ratusan pejuang tewas pada saat itu, dan di desa ini jugalah tempat pemakaman pahlawan Mattone, tempat pemakaman ini dikenal dengan Pantai Mattone. Di desa Kampung Baru juga berdiri Benteng 7 Februari sebagai tempat pertahanan. Sekarang benteng ini dijadikan tempat bersantai dibuat dengan bentuk agak tinggi sehingga sangat nyaman untuk kita memandang indahnya lautan dan matahari saat terbit maupun terbenam.
Bagang Tancap
Dari pantai Mattone Kampung Baru, kita memutar melalui jalan beraspal menuju arah barat, tepatnya pantai Pagatan di daerah pesisir. Pemukiman warga yang berprofesi sebagai nelayan Bagang Tancap. Setiap paginya para nelayan membawa hasil tangkapan ikannya dari tengah laut, mereka berangkat dari sore hari menuju tengah laut. Kita juga bisa ikut di kapal para nelayan dan memancing di Bagang. Bagang adalah sebuah rumah kecil yang dibangun menggunakan kayu khusus yang tahan air asin dan gelombang laut. Di tengah Bagang ini dibuat perangkap ikan terbuat dari jala. Malam hari, kita bisa menangkap ikan menggunakan jala denga dibantu penerangan lampu petromak. Disarankan membawa alat membakar ikan, agar hasil tangkapan ikan yang masih segar bisa langsung dibakar dan dinikmati.
Setelah lelah memancing ikan, kita bisa istirahat di dalam Bagang, tetap berhati hati, karena lantainya tidak rapat pemasangannya, hingga kita bisa melihat ikan-ikan yang melompat di bawah tempat kita tidur. Saat matahari terbit, nelayan mengecek hasil perangkap mereka dengan memutar jala ke atas dan mengambil tangkapan ikan kemudian mengumpulkannya di keranjang yang telah disediakan. Ikan sudah terkumpul dan saatnya kembali ke darat, senyum merekah yang terpancar dari wajah para nelayan yang membawa hasil tangkapan ikan yang banyak, namun ada beberapa nelayan yang pulang dengan kecewa karena hasil tangkapan yang kurang, di pantai sudah banyak yang menanti dari istri para nelayan, masyarakat yang ingin membeli ikan dan menjualnya kembali atau yang sekedar ingin membeli untuk konsumsi sendiri.
Kapal Pinisi
Dari pantai Pagatan kita menuju daerah sungai, tepatnya desa Pagaruyung, daerah pembuatan kapal Pinisi dari kayu ulin asli. Pembuatan kapal Pinisi ini masih menggunakan cara tradisional, oleh karena itu pembuatan kapal ini sangat detail dan ekstra hati-hati. Waktu pembuatan kapal ini bisa memakan waktu berbulan bulan, apalagi jika kapal yang diolah tergolong besar, namun semua sesuai dengan hasil yang didapat karena harga kapal Pinisi ini dapat mencapai puluhan bahkan ratusan juta. Perekonomian masyarakat disini berkecukupan dari hasil penjualan kapal Pinisi. Tidak jauh dari desa Pagaruyung, kita bisa menemukan kapal-kapal kecil, yang mereka sebut dengan Ketinting. Ketinting adalah alat transportasi sungai yang digunakan warga daerah pedalaman jika hendak ke kota. Dan biasanya mereka juga berjualan di atas Ketinting, ini mirip pasar terapung yang ada di Banjarmasin, dan mayoritas mereka bersuku asli Banjar yang pada jaman kerajaan Banjar dulu juga pernah menetap di Pagatan.
Agro Wisata Sayur Pasir Hijau Pagatan
Keesokan harinya usai melihat langung pembuatan kapal Pinisi, perjalanan dilanjutkan menuju ke salah satu pusat edukasi Agro Wisata Sayur Pasir Hijau yang terletak disalah satu Desa di pesisir Pantai Pagatan Kampung Baru Kecamatan Kusan Hilir Kabupaten Tanah Bumbu. Menurut cerita, Pasir Hijau sebelumnya merupakan lahan tidur yang kemudian disulap oleh warga setempat menjadi kebun sayur yang ditanami berbagai jenis tanaman seperti Tomat, Kangkung, Sawi, Seledri, Lombok, Bayam, Buncis, Cabai dan beberapa tanaman lainnya. Lokasinya terletak tidak jauh dari tepi laut Pantai Pagatan. Penduduk di pesisir Pantai Pagatan bercocok tanam dengan menumbuhkan sayuran di pasir pantai. Selain sebagai tempat bercocok tanam juga menjadi alternatif rekreasi serta edukasi bagi anak-anak maupun kebutuhan untuk penelitian. Satu hal yang didapatkan dari tempat ini, tidak ada yang mustahil tergantung seberapa besar niat untuk melakukan kerja yang ada dihadapan kita.