Yogyakarta Berhati Nyaman
Jogja memiliki daya tarik tersendiri, suasana kota yang asri dan keramahan penduduknya membuat siapa saja yang berkunjung ingin segera kembali lagi kesana. Jalan-jalan Bro kali ini tidak hanya membahas lebih jauh mengenai berbagi pengalaman saat berkunjung ke beberapa tempat wisata yang terdapat di Kota Gudeg, tapi juga melihat sejarah panjang kota ini melalui wisata yang dikunjungi.
Jogja terkenal sebagai kota yang penuh dengan keanekaragaman budaya. Juga dikenal sebagai salah satu kota pelajar yang memiliki peran penting dalam sejarah bangsa Indonesia. Hari pertama, Jogja menyambut kami dengan panas menyengat. Begitulah yang kami rasakan saat pertama kali memasuki Jogja. Becak, Andong, Pejalan kaki, Bangunan-bangunan tua, Pedagang batik ada di mana-mana. Beruntung, kami berada disana saat malam Minggu, dimana sepanjang jalan Malioboro tepatnya di depan Benteng Vredeburg berkumpul berbagai komunitas dan musisi yang berseliweran, juga kami temui pameran seni rupa yang berada disepanjang jalan. Hal inilah yang membedakan Kota Pelajar ini dengan kota-kota besar lain di Indonesia, para seniman tak pernah kehabisan ide untuk menggunakan berbagai tempat sebagai media sehingga dapat terus berkarya.
Pantai Parang Teritis
Saat berada di Jogja, wisata yang pertama kami kunjungi yakni Pantai Parang Tritis. Kata orang Pantai Parang Tritis merupakan salah satu pantai yang mesti dikunjungi, karena merupakan pantai yang paling populer di Jogja tapi memiliki banyak fenomena yang menarik, baik pemandangan alamnya maupun kisah supranaturalnya. Kawasan wisata Pantai Parang Tritis terletak di Desa Parang Tritis, Kecamatan Kretek, Kabupaten Bantul, Jogjakarta sekitar 27 Km sebelah selatan Kota Jogjakarta. Menurut supir yang mengantarkan kami, Pantai Parang Tritis sangat lekat dengan legenda Ratu Kidul. Banyak orang Jawa percaya bahwa Pantai Parang Tritis adalah gerbang kerajaan gaib Ratu Kidul yang menguasai laut selatan. Selain itu juga biasa digunakan sebagai tempat untuk pelaksanaan upacara Labuhan yang diadakan oleh Kraton Yogyakarta tiap waktu tertentu. Meskipun tidak dapat melihat sunset hari itu dikarenakan hujan, namun kami dapat menikmati pesona lainnya yakni udara pantai yang sejuk karena saat itu bertiup sangat kencang, gulungan ombak besar yang sepertinya sangat cocok bagi pecinta Surfing.
Museum Kraton Yogyakarta
Hari ke dua di Yogyakarta, kami menyusuri Pasar Beringharjo dan berjalan menuju Kraton Kesultanan Ngayogyakarto Hadiningrat yang terletak di tengah poros utama kota Jogja yang membujur dari utara ke selatan. Dalam perjalanan menuju Museum Kraton Yogyakarta, kami melewati Monumen Serangan Umum 1 Maret Yogyakarta yang terletak disekitar Benteng Vredeburg. Salah satu sudut Kota Jogja yang menyimpan potongan kisah yang biasa dikenal dengan kawasan Titik Nol Kilometer. Kraton Jogja merupakan bangunan tua, dilihat sekilas seperti bangunan Kraton umumnya. Padahal, ini merupakan makna simbolis sebuah filosofi kehidupan, hakikat seorang manusia menjalani hidupnya dan berbagai perlambangan eksistensi kehidupan terpendam di dalamnya. Di tempat ini kita dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya tetap dilestarikan di tengah laju perkembangan dunia. Saat berada disni, ada banyak hal yang bisa disaksikan di Kraton Yogyakarta, mulai dari aktivitas abdi dalem yang sedang melakukan tugasnya atau melihat koleksi barang-barang Kraton mulai dari lukisan, alat musik, keramik, senjata, baju adat dan lain-lainnya. Di tempat ini kita dapat belajar dan melihat secara langsung bagaimana budaya Jawa terus hidup serta dilestarikan.
Taman Sari
Dari Kraton Yogyakarta kami melanjutkan perjalanan menuju ke Taman sari dengan becak kurang lebih sekitar 5 menit. Taman Sari merupakan taman kerajaan atau pesanggrahan Sultan Yogya dan keluarganya. Taman Sari bukan hanya sekedar taman kerajaan, namun bangunan ini merupakan sebuah kompleks yang terdiri dari kolam pemandian, kanal air, ruangan-ruangan khusus dan sebuah kolam yang besar. Tidak hanya itu saja, kami menyempatkan bernyanyi bersama musisi yang ada di Taman Sari serta mengabadikan setiap sudut, apalagi kolam yang menjadi ciri khas obyek wisata yang satu ini.
Festival Bregada
Kami kembali ke penginapan, sebelum berangkat ke Candi Borobudur. Kami berkesempatan menyaksikan Festival Bregada Rakyat yang diikuti ribuan masyarakat dengan mengenakan kostum prajurit Kraton yang dimulai dari parkiran Abu Bakar Ali kemudian melewati Jalan Malioboro hingga finish di Kraton. Menurut informasi dari panitia pelaksana, kegiatan ini diikuti 50 kelompok dari 15 Kecamatan yang ada di Yogyakarta. Di samping itu festival ini merupakan wadah pelestarian pembinaan serta apresiasi kepada para Bregada Rakyat yang dimiliki oleh sejumlah daerah di Yogyakarta. Sungguh sebuah kekayaan budaya yang sangat luar biasa dan ini merupakan salah satu daya tarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara.
Candi Borobudur
Usai menyaksikan Festival Bregada, kami menyempatkan mengunjungi salah satu dari 7 keajaiban dunia yang menjadi wisata andalan Indonesia. Yap! Candi Borobudur yang terletak di desa Borobudur, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Berangkat dari Stasiun Tugu, perjalanan kami tempuh sekitar 1 jam lebih. Ini merupakan pengalaman yang paling berkesan dapat menyaksikan langsung Candi Budha terbesar di abad ke-9 yang memiliki 1460 relief dan 504 stupa, tak mengherankan jika jutaan orang mendamba untuk mengunjungi bangunan ini. Candi Borobudur menjadi salah satu jejak sejarah paling penting dalam perkembangan peradaban umat manusia. Kemegahan dan keagungan arsitektur Candi Borobudur merupakan harta karun dunia yang mengagumkan dan tak ternilai harganya.
Menurut salah satu petugas, Candi Borobudur kini masih digunakan sebagai tempat ziarah keagamaan, tiap tahun umat Buddha yang datang dari seluruh Indonesia dan mancanegara berkumpul untuk memperingati Trisuci Waisak. Setelah berjalan mendaki anak tangga, sampailah kami ke bagian atas Candi Borobudur. Dari atas candi ini nampaklah alam Jawa Tengah dengan Gunung Merapi dari kejauhan. Sebaiknya bila mengunjungi tempat ini agak sore, karena pemandangan matahari terbenam akan begitu indah, sehingga tidak mengherankan banyak wisatawan yang menunggu sampai sore hari, untuk mengambil momen yang jarang bisa dilihat di tempat lain. Usai mengelilingi Candi Borobudur, kami kembali ke penginapan mengunjungi Alun-Alun Kidul yang menjadi salah satu ikon pariwisata Yogyakara. Tempat ini merupakan penutup perjalan kami. Satu hal yang kami dapat dari perjalanan ini, betapa berartinya waktu dalam hidup dan betapa kejamnya kehidupan bagi mereka yang tidak bisa menghargai dan memanfaatkan waktu dengan sebaikbaiknya.